27 Des 2010

Keluarga dan Tantangannya

KELUARGA DAN TANTANGANNYA
Gun Gun Abdul Ghofur, S.Psi., S.Pd.I, M.M.
Telah menjadi sunnatullah, setiap orang yang memasuki gerbang pernikahan baik laki-laki atau wanita, tua ataupun muda, pada dasarnya ingin mencipakan keluarga yang harmonis, kondusif dan berkualitas, dalam islam dikenal dengan keluara sakinah, mawaddah dan warohmah.
Keluarga merupakan kelompok social pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia social di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Kelompok keluarga merupakan kelompok primer, termasuk di dalamnya pembentukan norma-norma social, internalisasi norma-norma, terbentuknya frame of reference, sense of belongingness, dan lain-lain.
Pada era sekarang ini nilai dan pola hubungan dalam keluarga lebih di dominasi oleh nilai dan pola hubungan yang individualistic bukan lagi mengedepankan nilai dan pola kebersamaan, saling menghormati dan berkasih-sayang. Kenyataan yang terjadi sekarang ini, kita sering menyaksikan di media-media contoh keluarga yang jauh dari harmonis bahkan tidak lagi mendasarkan kepada nilai dan pola yang bersumber dari agama dan nilai social kemasyarakatan. Seperti contoh seorang bapak tega membunuh istri dan anak-anaknya, begitu pula seorang istri ada dengan tangannya sendiri membunuh tiga anaknya, belum lagi seorang anak dikarenakan dibakar rasa cemburu atas perlakuan yang menurutnya diskriminasi dari orang tuanya tega membunuh bapak-ibunya. Subhanallah, betapa mengerikannya potret kehidupan keluarga seperti itu, jauh dari yang disampaikan oleh suri tauladan terbaik kita yaitu nabi Muhammad SAW dengan keluarga yang penuh kasih sayang, saling menghormati dan jauh dari anarkisme.
Meningkatnya teknologi informasi yang mengusung nilai-nilai masyarakat barat, sekarang telah merambat hampir seluruh lapisan masyarakat. Pola-pola permainan tradisional yang sarat dengan ajaran nilai-nilai luhur, semakin tersingkir oleh permainan-permainan instant yang notabene adalah produk industrialisasi. Modernisasi yang dicirikan adanya orientasi kepada efisiensi, pertumbuhan, produktifitas, kompetisi dan individualisasi yang menciptakan manusia ekonomis yang rakus, membawa dampak yang cenderung negative dalam kehidupan keluarga.
Kehidupan yang berorientasi pada produksi dan kompetisi, menjadikan sebagian besar orang tua, memiliki sedikit waktu untuk berinteraksi dengan anggota keluarga, khususnya anak-anak di rumah karena terobsesi untuk mendapatkan lebih banyak materi atau telah menjadi budak mesin industrialisasi di perusahaan-perusahaan dan pabrik. Akibatnya pengawasan terhadap perkembangan pendidikan anak tidak bisa dilakukan dengan baik oleh orang tua. Akhirnya, pola asuh anak lebih ditentukan oleh pembantu sebagai orang yang paling banyak waktunya untuk berinteraksi dengan anak. Biasanya orang tua baru sadar dengan dampak buruk dari kondisi ini, ketika anaknya yang baru kelas 2 SD sudah berbuat cabul dengan balita tetangganya, atau kecanduan merokok dan narkoba na’udzubillah. Ditambah lagi dengan tersedianya berbagai fasilitas hiburanm dan permainan yang memiliki dampak buruk jika tidak diarahkan dengan benar, apakah dalam bentuk hiburan TV, VCD atau permainan-permainan lainnya. Informasi-informasi yang dihadirkan di dalam TV seringkali banyak hal yang seharusnya belum saatnya diterima oleh anak, karena kondisi anak masih pra-operasional sehingga belum mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk, akibatnya anak yang menjiplak mentah-mentah apa yang didapatkannya.
Suasana kompetisi dalam masyarakat industrial juga dapat juga memicu tingkat stress dan depresi. Suasana kerja yang sangat kompetitif bisa menguras seluruh tenaga dan pikiran sehingga ketika pulang ke rumah sudah dalam keadaan loyo, padahal di rumah istri dan anak menunggu sang suami pulang untuk ikut terlibat secara langsung dalam permainan-permainan yang terkadang mengharuskan sang suami mengerahkan energinya juga, tapi karena pulang sudah dalam keadaan loyo jadi dia tidak bisa meladeni permainan tersebut. Pola-pola seperti ini apabila terjadi secara terus menerus, bukan tidak mungkin keharmonisan keluarga akan terganggu dan yang ada hanya emosi dan marah.
Padahal Rasulullah SAW telah mencontohkan betapa akrabnya dan dekatnya beliau dengan cucu-cucunya. Dari Usamah bin Zaid ra, bahwa Rasulullah saw menggendongku, kemudian mendudukkan aku diatas pahanya dan mendudukkan Hasan diatas pahanya yang lain, kemudian Nabi mendekap kami berdua seraya berdo’a : “Ya Allah, kasihilah mereka berdua sebab aku mengasihinya.” (HR. Bukhari no.5544 CD)
Hadits diatas menerangkan bagaimana Rasulullah SAW berlaku akrab dengan cucu beliau dan anak-anak. Bahkan beliau mendo’akan mereka agar memperoleh kasih saying dari Allah seperti kasih saying yang beliau berikan kepada kedua anak tersebut.
Hubungan orang tua dan anak dapat menjadi akrab bila keduanya melakukan usaha-usaha sebagai berikut :
1. Orang tua dan anak masing-masing menjalankan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan agama.
2. Orang tua dan anak menjauhi segala macam perbuatan durhaka terhadap yang lain sebagaimana yang ditentukan agama.
3. Orang tua dan anak memahami sifat fitrah masing-masing sesuai dengan ketentuan agama.
4. Orang tua dan anak menerapkan langkah-langkah yang dapat mengakrabkan hubungan mereka sesuai dengan tuntunan agama.
5. Mertua dan menantu melaksanakan ketentuan agama dalam menjalankan hubungan kekeluargaan.
6. Bila orang tua telah lanjut usia, anak merawatnya dengan kasih saying seperti orang tua merawat dirinya pada masa kecil.
Referensi :
Merenda cinta merengkuh bahagia, oleh Imam Khoiri
25 ciri keluarga sakinah penuh berkah, oleh Drs. Muhammad Thalib
20 Rahasia Ikatan kejiwaan suami-istri, oleh Drs. Muhammad Thalib
Psikologi Sosial, oleh Gerungan

Tidak ada komentar: